Orang hidup itu sedang
berfilsafat, berfilsafat mengenai dirinya sendiri atau bahkan berfilsafat
mengenai orang lain. Bisa dikatakan bahwa orang yang hidup itu sudah memiliki
apa yang dimiliki dan belum memiliki apa yang akan dimilikinya kelak atau
dengan kata lain masih mungkin untuk memiliki dan tidak memiliki. Dan untuk
mendapatkan atau memiliki apa yang belum dimiliki itu semua tergantung pada
pribadi masing-masing. Apakah ingin berjuang mendapatkannya atau hanya menunggu
adanya atau bahkan tidak mau memperjuangkannya. Semua itu pilihan, seperti kata
orang-orang tua, hidup itu pilihan.
Berjalan mendampingi
kehidupan seseorang, itulah filsafat. Jadi bisa dikatakan bahwa filsafat itu
turut hidup. Hidup besama-sama kehidupan seseorang. Hidup untuk mengetahui apa
yang belum diketahui oleh seseorang itu. Kembali pada hidup atau kehidupan.
Seseorang hidup itu pasti memiliki pedoman. Pedoman paling dasar dari seseorang
yang hidup adalah spiritualitas atau agama. Sehingga bisa dikatakan pula kalau
filsafat itu berpedoman pada spiritualitas atau letaknya ada di bawah
spiritualitas seperti yang dikatakan master yang mengenalkan kami pada
filsafat.Sehingga spiritual dan filsafat selalu memiliki hubungan dan
keterkaitan dalam batas-batas tertentu.
Dari sini mulai
terpikir apa yang telah didapat dari acara perkenalan dengan filsafat di hari
kamis. Filsafat juga tumbuh berkembang layaknya seseorang yang hidup juga
tumbuh dan berkembang. Ada potensi berkembang ke arah yang baik atau bahkan ke
arah sebaliknya (tersesat). Karena itulah perlu adanya keseimbangan antara
spiritual dan filsafat. Semua harus saling menghormati batasan-batasan yang
dimiliki, hal itu pula yang harus diperhatikan dengan seksama baik oleh penulis
maupun pembaca. Dan penulis setuju apa yang dikatakan oleh master, belajar itu
terutama filsafat harus kontinu, karena filsafat itu hidup, maka untuk
mempelajarinya pun harus sepanjang hidup ini agar terjadi keseimbangan dan
tidak tersesat.
Pertanyaan: Apakah bisa
belajar filsafat tanpa ada ahli yang mendampingi? Apakah jika kita mati
filsafat kita turut mati? Sekian.