Kompleksnya buku The Critique of Pure Reason, telah membuat banyak orang yang membaca menganggap bahwa elaborasinya atau architectonic sebagai dinding dalam memahami isi buku. Critique sendiri terbagi menjadi 2 yakni Doktrin Elemen dan Doktrin Metode. Doktrin Elemen sendiri terbagi menjadi transendental aestetik dan transendental logis. Pada transendental aestetik, apriori berkontribusi sebagai dasar dari sensibilitas, yakni ruang dan waktu. Pada kesempatan lain, apriori berkontribusi dalam intelektualitas, baik asli maupun yang meragukan, pada pengetahuan kita. Pada transendental logis, terbagi menjadi 2 yakni transendental dialektik dan analitik. Transendental analitik terbagi menjadi analitik konsep dan analitik prinsip. Sedangkan transendental dialektik terbagi menjadi konsep akal budi murni dan dialektikal inferensi akal budi.
Kombinasi dari keempat poin di atas menghasilkan konsep, judgements, dan inferensi. Konsep dari pemahaman murni digunakan dalam aplikasi sensibilitas yang menggaungkan prinsip dari judgement yang menetapkan inti dari kritik metafisik, tetapi inferensi dari akal budi murni dapat menimbulkan ilusi metafisik. Perlakuan terhadap inferensi terbagi menjadi 3 yakni Paralogisme akal budi murni, antitomi akal budi murni, dan idealisme dari akal budi murni. Kant juga membagi Doktrin Metode menjadi 4 bagian yakni Discipline, Canon, Architectonic, dan History of Pure Reason. Hal terpenting dari apa yang dituliskan Kant adalah doktrin positif terhadap elemen apriori pengetahuan manusia. Kant mendefinisikan bahwa ilmu matematika, fisika, dan lainnya memerlukan judgment yakni sintesis dibandingkan dengan analitik
Judgement empiris atau pengalaman jauh lebih mudah dibandingkan judgement sintetik. Judgement sintetik memerlukan adanya sumber utama, bagian, kawasan, dan batasan. Pengalaman ada sebagai awal dari kognitif manusia. Proses kognitif diperoleh melalui latihan berulang atau stimulasi pada indera yang memicu terbentuknya representasi. Ketika waktu dilibatkan, tidak ada kognitif yang mendahului pengalaman dan dengan pengalaman semua kognitif mulai. Pengalaman juga mengajarkan pada kita untuk yakin bahwa ada sebab akibat dari sesuatu begitupula sebaliknya. Pengalaman tidak pernah memberikan judgment langsung tetapi melalui perkiraan dan perbandingan secara menyeluruh. Matematika memberikan contoh bahwa apriori tidak selamanya bisa berjalan sendirian tanpa adanya pengalaman. Tanpa adanya pengalaman, semua obyek dan pengetahuannya hanya bisa sejauh intuisi.